Tentang Palestina

Oleh: Akmal Sjafril || Twitter: twitter.com/malakmalakmal

Pada bulan Ramadhan 2014 lalu, perhatian kita kembali tertuju kepada saudara-saudara kita di Palestina.  Di Bulan Suci Ramadhan ini, sementara kita beribadah dengan tenang, saudara-saudara kita di Palestina tidak merasakan hal yang sama. Menjelang Ramadhan tahun 2014, santer terdengar kabar rujuknya Hamas dan Fatah. Bagi umat Muslim, ini adalah kabar gembira. Situasi di Palestina memang seharusnya membuat kita menolak berpecah. Bagi kaum penjajah Zionis, tentu saja, berlaku sebaliknya. Ini adalah berita yang sangat buruk bagi mereka. Persatuan Hamas-Fatah akan membuat posisi mereka semakin sulit, karena perlawanan rakyat Palestina akan semakin solid. Serangan ke Gaza belakangan ini, karenanya, dianggap sebagai bentuk ‘kepanikan’ mereka atas persatuan rakyat Palestina.

Kita bisa membayangkan bagaimana kehidupan rakyat Palestina yang sesungguhnya. Gaza diisolasi, dipisahkan dari wilayah yang lainnya, padahal mereka bersaudara. Banyak warga Gaza yang masih memiliki saudara di wilayah lainnya, karena mereka memang satu bangsa. Meski yang sering diserang bertubi-tubi adalah Gaza, bukan berarti di wilayah lain rakyat Palestina hidup tenang. Di seluruh wilayah Palestina, kaum Zionis menindas dan menghinakan mereka. Dalam situasi seperti ini, tentu ada sebentuk ‘kejenuhan’ yang melanda rakyat Palestina secara merata. Mereka bosan dengan intrik-intrik politik, sementara kehidupan mereka dihinakan oleh kaum Zionis.  Tidaklah mengherankan jika pada akhirnya mereka ingin kembali bersatu memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

 “Kemerdekaan” adalah kata kunci dalam memahami isu Palestina. Itulah yang sedang mereka perjuangkan kini. Status kaum Zionis adalah penjajah, dan tentu saja klasifikasi ini memberikan konsekuensi-konsekuensi tertentu. Dengan memahami relasi antara penjajah dan yang terjajah, tentu kita tidak bisa menyamakan keduanya. Serangan dari pihak penjajah adalah agresi, sedangkan serangan dari pihak yang terjajah tentu tak bisa disalahkan.

Kita dapat bercermin dari sejarah kemerdekaan Indonesia. Apakah Indonesia merdeka tanpa berperang? Apakah kemerdekaan Indonesia kita peroleh dengan meminta-minta dan negosiasi di ruang rapat saja? Tentu saja tidak! Indonesia melawan penjajah juga dengan senjata, dan perlawanan itu tak selalu defensif. Taktik perang gerilya yang kerap digunakan oleh rakyat Indonesia kerap digunakan secara ofensif. Artinya, taktik itu cukup efektif untuk digunakan menyerang kaum penjajah. Dan, tentunya, ‘menyerang’ itu dapat dibenarkan jika ditujukan kepada kaum penjajah. Dengan logika ini, semestinya orang Indonesia dapat dengan mudah memahami posisi rakyat Palestina. Sejak saya kecil hingga dewasa, nampaknya semua orang di Indonesia menerima logika tersebut. Paling tidak, tak ada yang berani menolak.

Tapi belakangan, seiring merebaknya akun anti Islam di dunia maya, muncul pendapat sebaliknya. Ada yang mengatakan bahwa Zionis dan Palestina sama-sama harus menahan diri, bahkan ada yang tidak malu-malu membela Zionis. Saya juga menemukan sebuah artikel kontroversial singkat yang beredar kemana-mana. Dalam artikel yang cuma tiga belas poin itu, saya melihat ada dua poin utama yang dibicarakannya. Pertama, bahwa Hamas suka mencari gara-gara dengan menyerang Zionis, dan kemudian mencari simpati dunia setelah diserang balik. Kedua, sang penulis artikel hendak memecah persatuan Fatah dan Hamas.

Bagi saya, artikel singkat tersebut sudah terbukti tidak bernilai sejak tweet pertamanya. Sebab, dalam tweet pertamanya, sang pemilik akun mengakui bahwa ia baru meneliti masalah Palestina sejak 2012. Sejarah panjang penjajahan suatu bangsa yang sudah puluhan tahun hendak dibaca dengan sejarah dua tahun yang lalu? Absurd! Jika ia mengamati sejarah dua tahun terakhir dan berkesimpulan ‘Hamas menyerang duluan’, jelas perspektifnya salah. Sebab, jika ia mengamati sejarah lebih panjang dan menyimpulkan bahwa Palestina adalah yang terjajah, maka serangannya adalah valid. Kita tidak bisa menyalahkan bangsa yang terjajah jika mereka melakukan penyerangan. Hak mereka harus dikembalikan. Bagaimana dengan para pahlawan kita? Sudikah mereka disalahkan karena telah menyerang penjajah? Bung Tomo? Jendral Sudirman? Pangeran Diponegoro? Sultan Hasanuddin? Salahkah mereka jika ‘menyerang duluan’? Saya rasa tidak perlu berpanjang lebar membantah logika absurd semacam ini.

Belakangan ini juga bermunculan kaum ‘analis’ yang bersikap sangat tidak simpatik terhadap perjuangan rakyat Palestina. Sebagian diantaranya bahkan telah bersikap kurang ajar dan tidak tahu adat. Ada saja, misalnya, yang mengatakan “Buat apa menolong jauh-jauh? Yang dekat saja dulu!” Biasanya, yang bicara begitu tidak pernah menolong yang jauh maupun yang dekat. Buktikan sendiri! Pernyataan ini pun saya golongkan ‘tak tahu adat’, sebab ia lupa bahwa rakyat Palestina suka menolong Indonesia. Dalam kondisinya yang sangat memilukan itu, rakyat Palestina pernah menyumbang korban musibah di RI. (Baca: Merasa Satu Tubuh, Rakyat Gaza Bantu Korban Mentawai dan Merapi).

Jika ada orang Indonesia yang tidak peduli pada Palestina padahal hidupnya sejahtera disini, itulah manusia tak tahu adat!


Kalau yang begini? Jelas-jelas ini komentar manusia yang tak lagi sensitif hatinya, dan tidak tahu malu.

Arogansi kaum Zionis adalah masalah dunia, bukan Palestina semata. Banyak kerusakan yang telah mereka timbulkan, meski bukan dengan senjata. Jaringan media massa yang mereka miliki mampu menipu rakyat dunia dan menutupi pemikiran fasis mereka. Banyak yang belum tahu, misalnya, bahwa arogansi mereka juga memakan korban umat lain di luar Muslim. Lihatlah link video berikut ini: Jewish Settler Hate. Dalam video ini, anda bisa melihat bagaimana kaum Zionis memperlakukan umat Kristen Palestina dengan sangat brutal. Bahkan kepada kaum Yahudi yang berlainan pendapat pun, tindakan mereka demikian kasarnya. Bisa dilihat videonya disini: If Israel Could Do This to a Young American Jew, Imagine What Palestinians Face Every Day.

Saya tidak akan berpanjang lebar berdebat tentang perjuangan rakyat Palestina. Masalah ini sudah banyak didiskusikan.

Sekarang ini, sudah banyak orang yang terpanggil untuk meluruskan sejarah Palestina, menolak klaim kaum Zionis. Orang Yahudi pun ada. Ini contohnya: Anak Jendral Yahudi Ungkap Kebohongan Israel Miko Peled adalah anak seorang Jenderal yang dianggap berjasa bagi kaum Zionis dalam Perang Enam Hari di tahun 1967. Setelah pensiun dari ketentaraan, sang ayah beralih menjadi aktivis perdamaian, karena tidak setuju dengan cara-cara kotor kaum Zionis. Video ini membantah tiga klaim utama yang digunakan oleh kaum Zionis untuk merampas tanah rakyat Palestina.

Tokoh-tokoh seperti Noam Chomsky sering menyumbang suara. Ini contoh komentarnya tentang serangan Flotilla yang dilakukan Israel terhadap kapal yang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza: Noam Chomsky on Israel and the Gaza Flotilla Attack: "Sheer Criminal Aggression, with no Credible Pretext."

Jika seseorang menggunakan logikanya dengan benar dan masih punya hati nurani, tentu akan memahami apa yang sebenarnya terjadi di Palestina. Jika masih ada yang meragukan kekejaman dan fasisme kaum Zionis, silakan melihat sendiri buktinya di video yang satu ini! Gaza war tourism - Keren Levy: I'm a little bit fascist.

Bagi yang ingin meng-update informasi soal Palestina, saya rekomendasikan untuk follow dua akun berikut ini:



YouTube Channel Lampu Islam: youtube.com/ArceusZeldfer
Facebook Page Lampu Islam: facebook.com/LampuIslam

Tentang Palestina Rating: 4.5 Diposkan Oleh: o

0 komentar:

Posting Komentar