Zaman yang sedang kita jalani dewasa ini merupakan zaman sarat fitnah. Banyak pesan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengenai fitnah di akhir zaman yang sangat cocok menggambarkan zaman yang sedang kita lalui saat ini. Inilah zaman ketika giliran kemenangan di dunia bukan berada di pihak ummat Islam. Ini merupakan zaman di mana Allah subhaanahu wa ta’aala menguji orang-orang beriman. Siapa di antara mereka yang mengekor kepada orang-orang kafir, siapa di antara mereka yang emas imannya dan bahkan rela berjihad di jalan Allah subhaanahu wa ta’aala hingga meraih kemuliaan mati syahid.
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS Ali Imran 140)
Dalam ayat di atas Allah subhaanahu wa ta’aala menegaskan bahwa adakalanya ummat Islam memperoleh kemenangan dalam medan peperangan namun adakalanya kaum musyrikin-kuffar yang menang. Ini merupakan perkara biasa dalam kehidupan di dunia yang fana. Dunia merupakan tempat di mana segala keadaan berubah silih berganti, tidak ada yang tetap dan langgeng. Kadang manusia menang, kadang kalah. Kadang lapang, kadang sempit. Susah-senang, sehat-sakit, kaya-miskin, terang-gelap, siang-malam, berjaya-terpuruk semuanya silih berganti dan selalu bergiliran. Itulah dunia. Berbeda dengan di akhirat nanti. Manusia hanya punya satu dari dua pilihan keadaan. Pertama, ia mungkin hidup abadi dalam kesenangan hakiki di dalam surga Allah subhaanahu wa ta’aala. Atau sebaliknya, hidup kekal dalam penderitaan sejati di neraka Allah subhaanahu wa ta’aala.
Sedemikian kelamnya zaman yang sedang kita jalani dewasa ini sehingga seorang Ulama Pakistan yang sempat tinggal lama di Amerika menyebutnya sebagai A Godless Civilization (Peradaban Yang Tidak Bertuhan). Ahmad Thompson, seorang penulis Muslim berkebangsaan Inggris menyebutnya sebagai Sistem Dajjal. Ia mengatakan bahwa sejak runtuhnya Khilafah Islam terakhir -sekitar 80-an tahun yang lalu- dunia didominasi oleh pihak kuffar. Perjalanan ummat manusia semakin menjauh dari nilai-nilai kenabian, ajaran Islam. Berbagai sisi kehidupan diarahkan oleh nilai-nilai kekufuran sehingga kondisinya saat ini sudah sangat kondusif untuk kedatangan fitnah paling dahsyat, yakni fitnah Dajjal.
Semenjak runtuhnya kekhalifahan terakhir, ummat Islam menjadi laksana anak-anak ayam kehilangan induk. Masing-masing negeri kaum Muslimin mendirikan karakter kebangsaannya sendiri-sendiri seraya meninggalkan dan menanggalkan ikatan aqidah serta akhlak Islam sebagai identitas utama bangsa. Akhirnya tidak terelakkan bahwa ummat Islam yang jumlahnya di seantero dunia mencapai bilangan satu setengah miliar lebih, tidak memiliki kewibawaan karena mereka terpecah-belah tidak bersatu sebagai suatu blok kekuataan yang tunggal dan mandiri. Nabi Muhammad shallallahu ’alaih wa sallam sudah mensinyalir bahwa akan muncul babak keempat perjalanan ummat Islam, yakni kepemimpinan para Mulkan Jabriyyan (Raja-raja yang memaksakan kehendak). Inilah babak yang sedang dilalui ummat dewasa ini.
Jangankan kaum muslimin memimpin dunia, bahkan mereka menjadi ummat yang diarahkan (baca: dieksploitasi) oleh ummat lainnya. Inilah babak paling kelam dalam sejarah Islam. Allah subhaanahu wa ta’aala gilir kepemimpinan dunia dari kaum mukminin kepada kaum kafirin. Inilah zaman kita sekarang. We are living in the darkest ages of the Islamic history. Dunia menjadi morat-marit sarat fitnah. Nilai-nilai jahiliyah modern mendominasi kehidupan. Para penguasa mengatur masyarakat bukan dengan bimbingan wahyu Ilahi, melainkan dengan hawa nafsu pribadi dan kelompok. Pada babak inilah tegaknya sistem Dajjal. Berbagai lini kehidupan ummat manusia diatur dengan Dajjalic values (nilai-nilai Dajjal). Segenap urusan dunia dikelola dengan nilai-nilai materialisme-liberalisme-sekularisme, baik politik, sosial, ekonomi, budaya, medis, pertahanan-keamanan, militer bahkan keagamaan. Masyarakat kian dijauhkan dari pola hidup berdasarkan manhaj Kenabian.
Dalam bidang politik, ummat dipaksa mengikuti budaya -tanpa rasa malu dan rasa takut kepada Allah subhaanahu wa ta’aala- di mana seorang manusia menawarkan dirinya menjadi pemimpin, bahkan dengan over-confident mengkampanyekan dirinya agar dipilih masyarakat. Sambil menebar setumpuk janji kepada rakyat. Padahal Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ أُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا
”Hai Abdurrahman, janganlah kamu meminta pangkat kedudukan! Apabila kamu diberi karena memintanya, maka hal itu akan menjadi suatu beban berat bagimu. Lain halnya apabila kamu diberi tanpa adanya permintaan darimu, maka kamu akan ditolong.” (HR Muslim 9/343)
Sementara itu, di bidang ekonomi dan keuangan ummat dipaksa tunduk pada tiga pilar setan, yaitu Bunga Bank (baca: Riba), Uang Fiat (baca: uang kertas) dan Money Creation yaitu sistem yang memberi kekuasaan pada bank untuk melakukan proses penciptaan uang. Padahal Islam memiliki konsep yang sangat baku tentang uang dan segala bentuk transaksi yang melibatkan uang. Bukan hanya sebatas teori tetapi blue print keuangan Islam memang pernah diwujudkan dalam bentuk nyata sejak masa awal ke-Khalifahan Islam dan terbukti hasilnya berupa kemakmuran bagi seluruh rakyat. Itulah yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an sebagai dhzahab (emas) dan fidhdhoh (perak) dan secara empiris berupa dinar dan dirham. Suatu jenis mata uang yang memiliki nilai intrinsik serta aman dari inflasi.
Di bidang hukum, ummat dipaksa tunduk pada nilai-nilai legal dan illegal (baca: halal dan haram) berdasarkan hawa nafsu para pembuat hukum. Kita bisa menyaksikan suatu saat perilaku homoseksual dan lesbianisme dicap illegal-haram namun pada lain waktu dianggap legal-halal. Padahal Allah berfirman: ”Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS Al-Maidah 44). Bahkan sistem Dajjal mencap kebanyakan orang-orang beriman pejuang tegaknya agama Allah subhaanahu wa ta’aala sebagai teroris, namun menempatkan para kriminal pelanggar berat HAM sebagai pimpinan negara-negara maju.
Di bidang pertahanan keamanan, ummat dipaksa tunduk pada konsep ashobiyyah (fanatisme kelompok). Angkatan militer berbagai negara dewasa ini dibentuk untuk mempertahankan spirit right or wrong is my country. Hampir tidak ada angkatan militer di zaman sekarang yang dibentuk dengan cita-cita menegakkan kalimat Allah atau mati syahid, kecuali misalnya hanya segelintir saja, seperti Hamas di Palestina, atau ISIS di Irak dan Suriah. Kebanyakan prajurit militer modern menjadi budak jalur komandonya. Mereka tidak pernah dibina untuk menjadi hamba Allah sejati. Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman: ”Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Quran” (QS At-Taubah 111)
Sedangkan seni dan budaya telah menjadi industri syahwat. Sangat langka dijumpai produk di bidang ini yang bila dinikmati membawa manusia menjadi lebih dekat dan mengingat Allah Yang Maha Indah. Hampir semua film, tontonan, nyanyian, tarian maupun novel menyeret manusia kepada pemuasan syahwat semata tanpa memandang halal-haramnya.
Sungguh, nilai-nilai Dajjal (Dajjalic Values) telah mendominasi segenap lini kehidupan ummat manusia dewasa ini. Sangat boleh jadi kedatangan Dajjal sudah sangat dekat. Sistem Dajjal telah memperoleh kekuasaan yang cukup di seluruh dunia, sehingga begitu si Dajjal dikenali dan diakui, Dajjal (makhluk bermata satu) bisa langsung dinobatkan sebagai pimpinan yang dinanti-nanti sebagaimana diisyaratkan dalam the great seal yang tergambar di lembar uang satu dollar Amerika Serikat. Sekaranglah saatnya kita bersikap dan memilih.
Apakah kita mau mengikuti genderang tarian mengawetkan babak keempat Sistem Dajjal ini? Ataukah kita secara aktif mempersiapkan diri menyongsong babak kelima, yakni babak Khilafatun ‘ala Minhaj An-Nubuwwah (kekhalifahan mengikuti pola Kenabian) sebagaimana disinyalir Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam bakal menjadi babak lanjutan setelah babak penuh fitnah ini berlalu?
Sumber: eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar