Kota Madinah menjelang Ashar. Langit cerah. Orang-orang bergegas menuju ke masjid ingin bertemu dengan Baginda Rasulullah Shallahu alaihi wa salam. Mereka para sahabat Anshar dan Muhajirin, yang senantiasa setia bersamanya di waktu suka dan duka. Mereka dalam satu ikatan aqidah Islam, yang menjadi tali ‘buhul’, yang kuat bagi kehidupan mereka bersama. Para sahabat Anshar dan Muhajirin, senantiasa berpaut dalam ikatan ukhuwah, dan saling mencintai, atau ruhul mahabbah.
Usai shalat Ashar Rasulullah Shallahu alaihi wa salam menyampaikan khotbahnya, “Amma ba’du. Sesungguhnya dunia itu indah dan manis. Allah menjadikan kalian khalifah di sana untuk melihat apa yang kalian perbuat. Waspadalah terhadap dunia dan waspadalah terhadap wanita, karena fitnah pertama Bani Israel berawal dari wanita. Ketahuilah, Bani Adam diciptakan dengan bertingkat-tingkat. Ada yang dilahirkan sebagai mukmin, hidup sebagai mukmin, dan mati sebagai mukmin. Ada pula yang lahir sebagai kafir, dan hidup sebagai kafir, dan mati sebagai kafir. Ada yang dilahirkan sebagai mukmin, dan hidup sebagai mukmin, dan mati sebagai kafir. Tapi, ada orang yang dilahirkan kafir, dan hidup sebagai kafir, dan mati sebagai mukmin.”
Maka, kehidupan manusia itu sangatlah relatif, tergantung manusia itu sendiri, bagaimana dia menghadapi proses kehidupan ini. Jika seseorang selalu menjaga hubungannya dengan Allah Azza Wa Jalla, melalui cara-cara yang sudah disyariatkan, maka niscaya ia akan mengakhiri kehidupannya sebagai seorang mukmin. Tapi, betapa banyaknya manusia yang lahir sebagai mukmin, dan hidup sebagai mukmin, tapi ketika mati menjadi kafir. Karena, ia diakhir hidupnya meninggalkan syariat, ketentuan-ketentuan yang telah diberikan oleh Allah Azza Wa Jalla.
Rasulullah Shallahu alaihi wa salam, kemudian menyampaikan kepada kaum mukminin, yang berkumpul dihadapannya :
“Ketahuilah amarah adalah bara api yang dinyalakan di dalam dada anak Adam. Tidakkah kalian melihat matanya yang merah, dan urat-uratnya yang melembung? Jika, ada diantara kalian yang mengalaminya, hendaknya ia melihat ke tanah. Seorang lelaki yang baik adalah yang lambat marah dan cepat ridha, jika ia marah.
Seorang lelaki yang jelek adalah yang cepat marah dan lambat ridhanya, jika marah. Apabila, seseorang itu lambat marah dan lambat kembali sadar, atau cepat marah dan cepat sadar, maka kedua sifat itu sebanding”, ujar Rasulullah.
Kemudian, Rasulullah Shallahu alaihi wa salam melanjutkan khotbahnya : “Ketahuilah, setiap pengkhianat akan memiliki bendera pada hari Kiamat sebesar pengkhianatannya. Ketahuilah, pengkhiantan terbesar adalah pengkhianatan seorang pemimpin. Hendaknya ketakutan kepada manusia tidak menghalangi seseorang untuk mengungkapkan kebenaran, jika ia mengatahuinya.
Ketahuilah, jihad yang paling utama adalah mengungkapkan kebenaran dihadapan seorang penguasa yang zalim”. Rasulullah Shallahu alaihi wa salam terus berkhotbah, hingga matahari hanya tinggal berwarna kemerahan diujung dahan kurma.
Beliau bersabda : “Ketahuilah bahwa masa dunia yang tersisa dibanding yang telah lewat adalah seperti hari kalian yang tersisa ini dibanding keseluruhan waktu yang lewat”. (HR. Ahmad,Tirmidzi, dan Hakim).
Rasulullah Shallahu alaihi wa salam menyinggung salah satunya adalah mengenai bahaya dunia. Beliau menjelaskan bahwa rasa dan rupa dunia adalah manis. Lalu, beliau memperingatkan kita akan bahaya dan godaan dunia. Beliau bersabda : “Maka, waspadalah terhadap dunia karena dunia membawa bencana apabila datang dan menjadikan tubuh kurus bila pergi."
Seorang penyair mengungkapkan: “Inilah dunia." Ia berkata dengan lantang: “Hati-hati. Waspadalah terhadap cengkeraman dan pembunuhanku. Janganlah kalian terkecoh dengan senyumku, karena ucapanku menjadikan kalian tertawa, tetapi tindakanku menjadikan kalian menangis”.Lalu, Rasulullah menutup khotbahnya dengan bersabda: “Ketahuilah, masa dunia yang tersisa…..” Dengan kalimat itu, Beliau ingin mengingatkan kita bahwa dunia, seperti digambarkan oleh Allah Swt, dalam all-Qur’an : “.. Permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnya kuning, kemudian menjadi hancur ..” (al-Hadid : 20).
“Duniamu tidak lain seperti sebuah tempat berteduh yang menaungimu, lalu menyuruhmu pergi”, ujar seorang penyair. Marilah menarik pelajaran dari ini semua. Jangan kita termasuk orang-orang yang menganggap dunia merupakan jembatan penyeberangan menuju akhirat, atau sawah ladang tempat bercocok tanam, yang menjadi bekal akhirat. Karena, tak semua orang memahami tentang kehidudpan dunia ini.
Banyak diantara mereka yang tergelincir, dan kemudian menjadi budak dunia.Mereka orang-orang yang lalai, dan merasa mulia dengan kehidupan dunia, serta menikmati berbagai aksesoris yang megah, dan palsu. Berupa benda, jabatan, wanita, dan segala bentuk atribut lainnya, yang tak berarti apa-apa.
Padahal, mereka ketika sudah menghadap Allah Azza Wa Jalla, menjadi orang paling hina nestapa, tak memiliki kemuliaan apapun. Wajah hitam hangus. Akibat panasnya api neraka. Wallahu ‘alam.
0 komentar:
Posting Komentar